Pertumbuhan industri media massa
terus berkembang pasca lengsernya masa Orde Baru pada tahun 1998, namun jauh
sebelum itu, sebenarnya pertumbuhan media massa telah ada sebelum reformasi,
hal itu ditandai dengan keterlibatan Presiden Soeharto, dimana pada tahun 1989,
RCTI yang merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia didirikan oleh
putra ketiga Presiden Soeharto yaitu Bambang Trihatmodjo, begitu pun dengan
televisi swasta kedua dan ketiga yaitu SCTV dan TPI yang masing masing
didirikan oleh Henri Pribadi dan Sudwikatmono (sepupu Presiden Soeharto), dan
TPI yang didirikan oleh Siti Hardiyanti Rukmana yang merupakan putri Presiden
Soeharto pada tahun 1990.
Berdasarkan pengertian dari Nugroho,
Putri, dan Laksmi (dalam bukunya. Memetakan Lanskap Industri Media Di Indonesia, 2013), konglomerasi media sendiri
merupakan kekuasaan dalam kepemilikan berbagai perusahaan media massa, baik
berbentuk cetak, online, maupun elektronik. Apakaha kalian tahu CT Group? Yap, CT Group merupakan salah satu contoh dari konglomerasi media
adalah CT Group yang membeli salah satu media online independen yaitu Detik.com
ke dalam perusahaannya pada tahun 2011 silam. Detik.com sendiri merupakan media
online nomor satu di Indonesia yang memberikan informasi berita secara cepat
dan terpercaya, meskipun sudah hadir banyak media online lainnya, detik masih
meraup banyak pembaca, belum lagi dengan iklan yang ada di dalamnya. Hal
tersebut tentu menjadi sebuah keuntungan bagi CT Group yang selama ini telah
membawahi Trans TV dan Trans 7, sehingga memenuhi kelengkapan media yang
dimilikinya.
Namun persaingan konglomerasi yang
semakin menjamur itu justru menimbulkan ancaman lain bagi kebebasan pers di
Indonesia, karena setting dan manajemennya yang harus menyesuaikan dengan
kepemilikan media itu sendiri, sehingga mengakibatkan keberadaan pemilik media
massa di ruang redaksi menjadi sangat dominan. Belum lagi, media massa yang kini
hanya dijadikan sebagai alat untuk kepentingan politik dan bisnis, dengan
menjatuhkan lawan dan mempromosikan bagian dari kepemilikannya, yang
menyebabkan menurunnya tingkat kredibilitas berita yang semestinya.
Untuk saat ini dan dalam waktu
dekat, konvergensi media akan mengintegrasikan semua kanal media di mana hal
ini akan, dan pasti, menjadi penggerak yang potensial untuk terjadinya
konglomerasi. Konvergensi media sendiri merupakan penggabungan media yang
sebelumnya terpisah, seperti media cetak, online, maupun elektronik, kemudian
menjadi satu ke dalam sebuah media tunggal yang memiliki tujuan yang sama. Nugroho,
Putri, dan Laksmi pun menyebutkan beberapa kelompok yang melakukan
konglomerasi melalui konvergensi media, seperti MNC Group, Jawa Pos Group, Kompas Gramedia Group, dan Mahaka Media Group.
Salah satu kebijakan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah no. 50/2005 mengenai Penyiaran Swasta membatasi kepemilikan silang perusahaan-perusahaan media, dan Pasal 33 dari regulasi tersebut melarang satu lembaga penyiaran (televisi dan/atau radio) serta satu media cetak dari satu perusahaan yang sama untuk beroperasi di satu wilayah yang sama, namun kenyataannya PP ini tidak diimplementasikan dengan baik dengan alasan sebagian besar lembaga-lembaga media yang ada sudah beroperasi secara bertahuntahun, sehingga sangatlah sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang baru.
Sumber:
Buku
Nugroho, Yanuar. Dinita Andriani Putri & Shita Laksmi. 2013. Memetakan Lanskap Industri Media Di Indonesia. Jakarta: Centre for Innovation Policy and Government.
Internet
http://www.beritasatu.com/politik/477984-kerangka-hukum-kewenangan-pemilu-dinilai-masih-lemah.html. Purnamasari, Deti Mega. 2018. Kerangka Hukum Kewenangan Pemilu Dinilai Masih Rendah. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.tempo.co/amp/565574/7-media-ini-dituding-berpihak-dan-tendensius. Tempo.co. 2014. 7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendensius. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
https://news.okezone.com/amp/2017/12/27/337/1836515/tahun-politik-dan-netralitas-media. Mardiyansyah, Khafid. 2017. Tahun Politik dan Netralitas Media. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
Salah satu kebijakan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah no. 50/2005 mengenai Penyiaran Swasta membatasi kepemilikan silang perusahaan-perusahaan media, dan Pasal 33 dari regulasi tersebut melarang satu lembaga penyiaran (televisi dan/atau radio) serta satu media cetak dari satu perusahaan yang sama untuk beroperasi di satu wilayah yang sama, namun kenyataannya PP ini tidak diimplementasikan dengan baik dengan alasan sebagian besar lembaga-lembaga media yang ada sudah beroperasi secara bertahuntahun, sehingga sangatlah sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang baru.
Sumber:
Buku
Nugroho, Yanuar. Dinita Andriani Putri & Shita Laksmi. 2013. Memetakan Lanskap Industri Media Di Indonesia. Jakarta: Centre for Innovation Policy and Government.
Internet
http://www.beritasatu.com/politik/477984-kerangka-hukum-kewenangan-pemilu-dinilai-masih-lemah.html. Purnamasari, Deti Mega. 2018. Kerangka Hukum Kewenangan Pemilu Dinilai Masih Rendah. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.tempo.co/amp/565574/7-media-ini-dituding-berpihak-dan-tendensius. Tempo.co. 2014. 7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendensius. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
https://news.okezone.com/amp/2017/12/27/337/1836515/tahun-politik-dan-netralitas-media. Mardiyansyah, Khafid. 2017. Tahun Politik dan Netralitas Media. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
(Video via Youtube)
Thanks infonya!
BalasHapus