Minggu, 29 April 2018

Yuk Simak Sejarah Dari Korporasi Media!


Pada saat Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno di akhir tahun 1960-an, intervensi terhadap media mulai dilakukan oleh pemerintah. Peraturan yang ketat diberlakukan untuk mencegah media melawan pandangan pemerintah. Perusahaan-perusahaan media dimiliki oleh para pejabat pemerintah atau mereka yang memiliki hubungan dekat dengan Soeharto.

Pada saat itu, ideologi politik sangat mendominasi media. Contohnya idustri pers harus menghadapi serangkaian pembreidelan untuk berita-berita yang bertentangan dengan pemerintah, seperti kompas, tempo dan sinar harapan. Contoh lain adalah televisi. Pada masa itu, hanya ada satu televisi, dan dimiliki oleh pemerintah, yaitu TVRI, di mana semua kontennya dikendalikan secara penuh oleh pemerintah. Setelah televisi swasta diizinkan, televisi swasta pertama, RCTI, dimiliki oleh anak laki-laki Soeharto yang ketiga, Bambang Trihatmodjo. Kemudian SCTV menyusul sebagai stasiun televisi swasta kedua di Indonesia yang dimiliki oleh Sudwikatmono, sepupu Presiden Soeharto.

Ketika kedua stasiun televisi swasta tersebut beroperasi sebagai saluran TV berbayar, anak perempuan Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, diizinkan untuk mendapatkan posisi yang lebih istimewa. Ia mendirikan stasiun televisi pendidikan, TPI, yang mengudara dengan menggunakan jaringan transmisi milik TVRI. Keistimewaan ini kemudian mengundang protes dari dua stasiun televisi swasta lainnya. Hasilnya, pemerintah mengizinkan mereka untuk menjadi stasiun televisi free-to-air, sebuah tindakan yang mengubah wajah pertelevisian Indonesia hingga saat ini. Dua stasiun televisi swasta lainnya kemudian bergabung yaitu  ANTV, yang dimiliki oleh Grup Bakrie, dan Indosiar, yang sahamnya juga dimiliki oleh politisi Agung Laksono.

Sama halnya dengan media cetak, penerbitan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) untuk majalah berita nasional hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai koneksi dekat dengan Presiden atau partai politiknya. Dengan banyaknya pembreidelan yang terjadi pada masa Orde Baru, pemerintah memperketat penerbitan izin media cetak untuk memastikan bahwa pers tidak menentang pemerintah.

Ketika Soeharto menyerahkan kekuasaannya pada tahun 1998, kebijakan-kebijakan pers dan media ditinjau ulang dan kemudian direvisi. Surat kabar dan berbagai media baru mulai bermunculan. Dan media-media yang dibreidel seperti Tempo kembali terbit. Tidak lama kemudian penyiaran ikut berkembang. Sejak tahun 2000, sejumlah perusahaan televisi dan radio baru mulai bergabung dalam bisnis media.

Sumber:

Buku
Nugroho, Yanuar. Dinita Andriani Putri & Shita Laksmi. 2013. Memetakan Lanskap Industri Media Di Indonesia. Jakarta: Centre for Innovation Policy and Government.
Internet
http://www.beritasatu.com/politik/477984-kerangka-hukum-kewenangan-pemilu-dinilai-masih-lemah.html. Purnamasari, Deti Mega. 2018. Kerangka Hukum Kewenangan Pemilu Dinilai Masih Rendah. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.tempo.co/amp/565574/7-media-ini-dituding-berpihak-dan-tendensius. Tempo.co. 2014. 7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendensius. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.

https://news.okezone.com/amp/2017/12/27/337/1836515/tahun-politik-dan-netralitas-media. Mardiyansyah, Khafid. 2017. Tahun Politik dan Netralitas Media. Diakses pada Minggu, 22 April 2018 melalui laptop.


0 komentar:

Posting Komentar

Kritis pada media, maju untuk Indonesia!

Blog oleh Bernardus Pandu, Cindy Gozali, Desicia Calista, dan Laurensia Lucinta. Diberdayakan oleh Blogger.
"The mass media, their influence is everywhere, they tell us what to do, what to think, and they tell us to think about ourselves all of the time" - Tricia Harris

Mass Communication Class D

Isu Literasi Digital

Dunia kini berkembang semakin canggih, masyarakat pun mau tidak mau mengikuti moderenisasi yang ada, termasuk juga dalam bidang teknologi...

Formulir Kontak

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Pages

Blogger templates