Keberadaan
media di Indonesia diharapkan mampu untuk memberdayakan masyarakat melalui
konten-konten yang disediakan. Namun, ketidakseimbangan isi konten yang
ditayangkan media malah menyebabkan berbagai kelompok terabaikan.
Salah satunya adalah mereka yang memiliki
kemampuan berbeda atau yang biasa kita sebut sebagai difabilitas. Di Indonesia
sendiri sebutan bagi mereka yang memiliki kemampuan berbeda ini sudah beberapa
kali berganti. Pada awalnya mereka disebut sebagai penderita cacat. Namun
sebutan ini dinilai tidak tepat sebab beberapa dari mereka merasa bahwa
ketidaksempurnaan yang mereka miliki bukanlah penderitaan. Maka sebutan ini
kemudian berganti menjadi penyandang cacat dibawah undang-undang nomor 4 pada
tahun1997. Sebutan penyandang cacat ini kemudian juga menimbulkan opini bahwa
mereka yang memiliki kemampuan berbeda ini adalah orang-orang yang harus selalu
dibantu karena mereka tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan normal.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, PBB mengeluarkan
sebuah resolusi no A/61/106 tentang konvensi hak orang-orang dengan disabilitas
pada tanggal 13 Desember 2006. Berdasarkan resolusi tersbut istilah penyandang
cacat kemudian diganti lagi menjadi disabilitas. Kemudian muncul lagi stigma
negative yang beranggapan bahwa kata disabilitas identic dengan ketidakmampuan
atau yang dalam bahasa inggris disebut disable.
Oleh karena itu, saat ini masyarakat luas lebih sering menggunakan kata
difabilitas yang berangkat dari arti kata different
ability. Kata difabilitas ini dinilai memiliki makna yang positif yang
memandang difabilitas sebagai manusia yang utuh bukan berdasarkan pada atribut
yang terdapat pada tubuhnya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, PBB mengeluarkan sebuah resolusi no A/61/106 tentang konvensi hak orang-orang dengan disabilitas pada tanggal 13 Desember 2006. Berdasarkan resolusi tersbut istilah penyandang cacat kemudian diganti lagi menjadi disabilitas. Kemudian muncul lagi stigma negative yang beranggapan bahwa kata disabilitas identic dengan ketidakmampuan atau yang dalam bahasa inggris disebut disable. Oleh karena itu, saat ini masyarakat luas lebih sering menggunakan kata difabilitas yang berangkat dari arti kata different ability. Kata difabilitas ini dinilai memiliki makna yang positif yang memandang difabilitas sebagai manusia yang utuh bukan berdasarkan pada atribut yang terdapat pada tubuhnya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, PBB mengeluarkan sebuah resolusi no A/61/106 tentang konvensi hak orang-orang dengan disabilitas pada tanggal 13 Desember 2006. Berdasarkan resolusi tersbut istilah penyandang cacat kemudian diganti lagi menjadi disabilitas. Kemudian muncul lagi stigma negative yang beranggapan bahwa kata disabilitas identic dengan ketidakmampuan atau yang dalam bahasa inggris disebut disable. Oleh karena itu, saat ini masyarakat luas lebih sering menggunakan kata difabilitas yang berangkat dari arti kata different ability. Kata difabilitas ini dinilai memiliki makna yang positif yang memandang difabilitas sebagai manusia yang utuh bukan berdasarkan pada atribut yang terdapat pada tubuhnya.
Tak
jarang kaum difabilitas dijadikan sebagai komoditas dalam industry media. Konten-konten
yang meliput difabel sebagai objeknya, lebih banyak berfokus pada dramatisasi
kepribadian difabel. Dengan gamblangnya media bahkan menonjolkan
ketidaksempurnaan fisik yang dimiliki difabel yang bersangkutan agar masyarakat
yang mengonsumsi tayangan tersebut tersentuh nuraninya. Maka tak heran bila
muncul stereotip di masyarakat bahwa sosok difabel adalah orang-orang yang
pelru dikasihani dan tak berdaya. Stereotip inilah yang sangat umum beredar di
masyarakat.
Persepsi
lain yang muncul adalah bahwa difabilitas ada karena kesalahan atau dosa yang
dimilki sesorang. Hal ini ditampilkan melalui sinetron-sinetron hidayah yang
ditayangkan di televisi. Didalam kontennya serigkali memunculkan tokoh antagonis
yang kemudian terkena azab dan menjadi difabilitas. Konten-konten semacam ini
memberikan reperesentasi yang salah akan kaum difabilitas itu sendiri akan
tetapi pesan dari sinteron ini terus saja diulang-ulang. Akibatnya, terbentuklah
streotip di masyarakat yang menilai bahwa difabel merupakan buah dari dosa.
Sedangkan
dalam acara-acara komedi, difabilitas sering dijadikan sebagai objek
perendahan. Sebut saja sosok Haji Bolot yang merepresentasikan kaum tuna rungu.
Aksinya yang digambarkan tidak memiliki kemampuan mendengar selalu mengundang
gelak tawa penonton. Padahal sebenarnya ia sendiri bukanlah penderita tuna
rungu. Seharusnya ia tidak berusaha melabeli dirinya sebagai comedian yang tuna
rungu. Tayangan komedi ini secara tidak langsung memberikan pendidikan kepada
masyarakat bahwa difabel merupakan orang-orang yang pantas untuk ditertawakan,
pantas untuk dijadikan lelucon.
Haji Bolot dalam acara Ini Talkshow
Menurut Barnes 1992, stereotip mengenai
difabilitas hanya berdasarkan pada takhayul, mitos dan kepercayaan kuno yang
berkembang di masyarakat. Mengenai keberadaan stereotip tersebut di zaman
modern ini semuanya berawal dari media. Melalui tayangan-tayangan seperti yang
disebutkan diatas, media secara tidak langsung mempertahankan stereotip yang
berkembang di masyarakat kuno. Terutama tentang difabel yang merupakan buah
dari dosa manusia.
Sebagai kelompok marginal yang jumlahnya
minoritas, kaum difabilitas ini sebenarnya menuntut adanya konten-konten yang
relevan mengenai difabel. Misalnya membantu mereka untuk mendapatkan fasilitas
penunjang yang layak atau bahkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian media. Namun, alih-alih menyuarakan aspirasi
tersebut, media malah mengeksploitasi difabel dengan memainkan rating demi
kepentingan bisnis.
Kisah,
aspirasi dan pendapat kaum difabel di media jumlahnya sangat sedikit dan jarang
sekali ditampilkan. Paling-paling dalam
peringatan Hari Penyandang Cacat setiap tanggal 3 desember. Diluar itu,
kaum difabel sangat jarang muncul di media media popular, sekalinya mereka
tampil akan dihadirkan dalam peran yang stereotipikal dan merendahkan. (Sang
Ayu Ade, Senang Hati Gianyar-Bali, Wawancara 27/02/2012)
Inspiratif!
BalasHapusWaah kok masih ada aja diskriminasi buat difabel :(
BalasHapus