Baru-baru
ini situs media online Detik.com yang bernaung di bawah PT Trans Corp, mengunggah
salah satu berita yang sedang ramai dibicarakan masyarakat. Berita tersebut
tentang seorang guru yang tewas akibat dianiaya oleh muridnya sendiri. Dalam
tajuk berita yang berjudul “Guru SMA di Sampang, Madura Tewas Diduga Karena
Dianiya Siswa”, situs berita Detik.com menampilkan foto yang dianggap kurang
layak untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas. Foto tersebut menunjukkan
kondisi korban yang sedang dalam keadaan kritis, meskipun akhirnya korban harus
meregang nyawanya dan dinyatakan meninggal dunia. Di dalam gambar tersebut,
wajah korban terlihat jelas dengan beberapa peralatan medis yang masih
terpasang.
Berdasarkan
kode etik Jurnalistik yang berlaku di Indonesia, foto tersebut tentu tidaklah
layak untuk dipublikasikan. Seperti tertera pada pasal 2 kode etik jurnalistik,
yang menyatakan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Dalam penafsirannya,
cara-cara yang professional tersebut meliputi bagaimana wartawan tersebut mampu
menjaga dan menghormati hak privasi orang sebagai narasumber atau identitas
yang diinformasikan kepada masyarakat. Dengan memperlihatkan wajah
korban, secara tidak langsung redaksi media online dinilai tidak menghormati
hak privasi sang korban. Selain itu, unggahan foto tersebut juga melanggar kode
etik jurnalistik pasal 4 yang menyatakan bahwa wartaan Indonesia tidak membuat berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Dalam hal ini, sadis yang dimaksud adalah
tidak mengenal belas kasihan terhadap keluarga dan orang-orang terdekat korban.
Berita
serupa juga ditemukan pada situs media online lainnya, salah satunya
Tribunnews.com. Media tersebut mengunggah berita dengan topik yang sama dan
foto yang serupa. Namun terdapat perbedaaan yang cukup mencolok diantara kedua
media online tersebut,dimana wajah korban dalam foto yang diunggah oleh
tribunnews.com telah disensor. Disisi lain, tribunnews.com juga mencantumkan
foto korban semasa hidupnya sebagai cara yang lebih tepat untuk
menginformasikan identitas korban.
sumber: https://news.detik.com/berita/d-3845896/guru-sma-di-sampang-madura-tewas-diduga-karena-dianiaya-siswa
sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2018/02/05/kasus-murid-aniaya-guru-hingga-tewas-di-sampang-ini-respon-venna-melinda
Terkait dengan foto tersebut, terdapat indikasi bahwa situs media online yang bersangkutan melakukannya untuk mendongkrak rating. Dengan menampilkan foto asli korban tanpa adanya sensor, media berusaha memancing pembaca untuk mengakses situs berita tersebut. Hal ini dikarenakan para pembaca cenderung ingin mengetahui kondisi fisik korban secara jelas. Dilansir dari mediaindonesia.com, KOMISI Nasional Antike-kerasan Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan sebagian besar media massa masih melanggar kode etik jurnalistik, salah satunya terdapat beberapa kategori berita yang mengandung informasi cabul dan sadis. Di sisi lain, menurut nasional.tempo.co, Presiden Indonesia Joko Widodo menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tidak lagi dapat menekan pers. Hal itu dikarenakan persaingan media yang semakin ketat membuat pers ditekan oleh media online lainnya untuk saling bersaing sehingga tidak heran jika saat ini banyak media yang rela meninggalkan kualitas beritanya dan memilih untuk mempublikasikan berita yang sekiranya menarik di mata masyarakat, kembali hal itu dilakukan semata mata demi mendongkrak sebuah rating.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar